Jumat, 09 Juni 2017

Pemeriksaan Klinis

Latar Belakang
Pemeliharaan ternak umumnya adalah bertujuan untuk memperoleh keuntungan atau bersifat ekonomis. Aspek kesehatan hewan tentu saja mempunyai pengaruh yang besar berkaitan dengan tujuan pemeliharaan tersebut. Aspek ekonomis bisa berupa kematian hewan, menurunnya produkifitas, menurunnya efisiensi reproduksi, meningkatnya biaya pengobatan dan lain-lain.
Penyakit pada ternak secara umum terbagi penyakit infeksius dan penyakit non infeksius. Penyakit infeksius adalah penyakit yang disebabkan oleh agen-agen infeksi. Agen-agen infeksi penyebab penyakit antara lain virus, bakteri, mikal, parasit. Penyakit non infeksius adalah penyakit yang disebabkan selain agen infeksi misalnya akibat defisiensi nutrisi, defisiensi vitamin, defisiensi mineral, keracunan, pakan.
Penentuan diagnosis di lapangan dengan segala keterbatasan, biasanya mengandalkan kepada anamnesis atau sejarah penyakit, observasi, gejala klinis yang muncul dan pemeriksaan fisik. Pengetahuan penyakit-penyakit pada ternak akan sangat membantu mengetahui perbedaan-perbedaan gejala klinis dan perubahan-perubahan patologi yang terjadi pada ternak. Pengetahuan tersebut akan sangat membantu untuk menggali informasi sejarah penyakit secara eksploratif dan efektif, mengamati dengan baik perubahan fisik, postur, fisiologis serta melakukan pemeriksaan fisik dengan baik dan benar sehingga dapat diperoleh informasi yang cukup guna menegakkan diagnosis.

Tinjauan Pustaka
Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan keadaan tubuh melalui cara penentuan kondisi fisik dengan teknik inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Pemeriksaan fisik merupakan tindakan untuk mengidentifikasi kelainan-kelainan klinis dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya suatu penyakit pada individu maupun populasi. Melalui informasi yang didapatkan selama pemeriksaan dapat ditentukan beberapa penyebab penyakit, organ yang terlibat, lokasi, tipe lesio, patogenesa, maupun tingkat keparahan penyakit (jackson, 2002).
Beberapa metode diagnosis telah diaplikasikan di lapangan. Metode diagnosis yang populer pada sapi adalah palpasi rektal. Aplikasi metode ini sulit diterapkan karena butuh keahlian dan pengalaman yang cukup serta risiko yang ditimbulkan jika dilakukan dengan penanganan yang kurang baik (sayuti,2011)
Menghindari terjadinya penularan/penyebaran penyakit lebih lanjut, ternak sebaiknya diisolasi pada tempat/kandang khusus yang terpisah dari ternak sehat lainnya. Selama isolasi diberi makanan dan minuman yang baik, serta diamati terhadap kemungkinan terserang penyakit menular dengan melakukan pemeriksaan klinis dan laboratoris secara intensif. Segera ambil tindakan (pengobatan atau pengeluaran/ pemusnahan) apabila telah diperoleh kepastian hasil diagnostik (bahri, 2012)

Pembahasan
Keadaan umum pemeriksaan saat praktikum keadaan hewan bersih, tingkah laku tenang, kondisi badan sedang. Menurut (Akoso, 1996) Tingkah laku sapi memberikan gambaran tentang status kesehatan sapi tersebut. Sapi yang sehat akan menampakkan gerakan yang aktif, sikapnya sigap, selalu sadar dan tanggap terhadap perubahan situasi sekitar yang mencurigakan.
Frekuensi nafas sapi dewasa didapatkan saat praktikum adalah 32/m. Sesuai pendapat Serang (2016) Respirasi normal pada sapi dewasa adalah 15-35 kali per menit. Tinggi rendahnya frekuensi nafas dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ukuran tubuh, umur hewan, aktifitas fisik, kegelisahan, suhu lingkungan, kebuntingan dan kondisi kesehatan hewan.
Hasil pengukuran pulsus terhadap sapi diperoleh dengan frekuensi 65/m. Sependapat dengan Kelly (1984) bahwa Frekuensi normal pulsus pada sapi dewasa mencapai 55-80 kali per menit. Tingginya pulsus dapat disebabkan oleh aktifitas fisik sapi, umur dan keadaan fisiologis sapi serta jenis kelamin.
Suhu rektal sangat penting sebagai parameter sapi dapat dikatakan sehat atau sakit. Dari hasil pengukuran langsung, didapatkan suhu rektal sapi adalah 38,5ºc. Sesuai pendapat Panjono (2009) bahwa kisaran suhu tubuh normal pada jenis ternak mamalia adalah 37-39ºc dan mengalami fluktuasi harian yaitu sekitar 1-2°C. Aktifitas tubuh hewan seperti banyak bergerak atau setelah makan dapat meningkatkan suhu tubuh akibat metabolisme yang meningkat.
Hasil praktikum frekuensi rumen pada pengukuran per lima menit adalah 5 kali. Sependapat dengan Boddie (1962) bahwa gerak rumen per 5 menit dan kekuatan geraknya (tonus rumen) normal pada sapi 5-10x/5 menit. Artinya frekuensi yang didapat menunjukan bahwa rumen sapi tersebut bekerja normal.

Dapus
Akoso, T.B. 1996. Kesehatan Sapi. Penerbit Kanisius, Yogyakarta
Bahri, S. 2009. Manajemen Kesehatan Dalam Usaha Ternak Kambing. Penyakit Hewan. 16 (28): 207-211.
Boddie., G.F. 1962. Diagnostic Methods in Veterinary Medicine. Philadelphia: J.B. Lippincott Company 
Jackson Pg, Cockroft Pd. 2002. Clinical Examination Of Farm Animals. University Of Cambridge, Uk
Kelly WR. 1984. Veterinary Clinical Diagnosis 3th Ed. London (UK): Bailliere
Tindall
Panjono, Budi, P. W., Bambang, S., Dan Endang, B. 2009. Pengaruh Penjemuran Terhadap Kenyamanan Dan Kinerja Produksi Sapi Peranakan Ongole. Buletin Peternakan Vol. 33(1): 17-22
Sayuti, A. 2011. Penentuan Waktu Terbaik Pada Pemeriksaan Kimia Urin Untuk Diagnosis Kebuntingan Dini Pada Sapi Lokal. Jurnal Kedokteran Hewan Vol. 5 No. 1
Serang P. M., I Nyoman S., I Putu G. Y. A. 2016. Frekuensi Respirasi Sapi Bali Betina Dewasa Di Sentra Pembibitan Sapi Bali Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Buletin Veteriner Udayana Volume 8 No. 1: 25-29

Tidak ada komentar:

Posting Komentar