Latar
Belakang
Pemeliharaan
ternak umumnya adalah bertujuan untuk memperoleh keuntungan atau bersifat
ekonomis. Aspek kesehatan hewan tentu saja mempunyai pengaruh yang besar
berkaitan
dengan tujuan pemeliharaan tersebut. Aspek ekonomis bisa berupa kematian
hewan,
menurunnya produkifitas, menurunnya efisiensi reproduksi, meningkatnya biaya
pengobatan
dan lain-lain.
Penyakit pada
ternak secara umum terbagi penyakit infeksius dan penyakit non infeksius. Penyakit
infeksius adalah penyakit yang disebabkan oleh agen-agen infeksi. Agen-agen
infeksi
penyebab penyakit antara lain virus, bakteri, mikal, parasit. Penyakit
non infeksius adalah penyakit yang disebabkan selain agen infeksi
misalnya
akibat defisiensi nutrisi, defisiensi vitamin, defisiensi mineral, keracunan,
pakan.
Penentuan
diagnosis di lapangan dengan segala keterbatasan, biasanya mengandalkan kepada
anamnesis atau sejarah penyakit, observasi, gejala klinis yang muncul dan
pemeriksaan
fisik. Pengetahuan penyakit-penyakit pada ternak akan sangat membantu mengetahui
perbedaan-perbedaan
gejala klinis dan perubahan-perubahan patologi yang terjadi pada ternak.
Pengetahuan tersebut akan sangat membantu untuk menggali informasi sejarah
penyakit
secara eksploratif dan efektif, mengamati dengan baik perubahan fisik, postur,
fisiologis
serta melakukan pemeriksaan fisik dengan baik dan benar sehingga dapat
diperoleh
informasi yang cukup guna menegakkan diagnosis.
Tinjauan
Pustaka
Pemeriksaan fisik adalah
pemeriksaan keadaan tubuh melalui cara penentuan kondisi fisik dengan teknik
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Pemeriksaan fisik merupakan tindakan
untuk mengidentifikasi kelainan-kelainan klinis dan faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya suatu penyakit pada individu maupun populasi. Melalui informasi yang
didapatkan selama pemeriksaan dapat ditentukan beberapa penyebab penyakit,
organ yang terlibat, lokasi, tipe lesio, patogenesa, maupun tingkat keparahan
penyakit (jackson, 2002).
Beberapa metode diagnosis
telah diaplikasikan di lapangan. Metode diagnosis yang populer pada sapi adalah
palpasi rektal. Aplikasi metode ini sulit diterapkan karena butuh keahlian dan
pengalaman yang cukup serta risiko yang ditimbulkan jika dilakukan dengan
penanganan yang kurang baik (sayuti,2011)
Menghindari terjadinya
penularan/penyebaran penyakit lebih lanjut, ternak sebaiknya diisolasi pada
tempat/kandang khusus yang terpisah dari ternak sehat lainnya. Selama isolasi
diberi makanan dan minuman yang baik, serta diamati terhadap kemungkinan
terserang penyakit menular dengan melakukan pemeriksaan klinis dan laboratoris
secara intensif. Segera ambil tindakan (pengobatan atau pengeluaran/
pemusnahan) apabila telah diperoleh kepastian hasil diagnostik (bahri, 2012)
Pembahasan
Keadaan umum pemeriksaan saat praktikum
keadaan hewan bersih, tingkah laku tenang, kondisi badan sedang. Menurut
(Akoso, 1996) Tingkah laku sapi memberikan gambaran tentang status kesehatan
sapi tersebut. Sapi yang sehat akan menampakkan gerakan yang aktif, sikapnya
sigap, selalu sadar dan tanggap terhadap perubahan situasi sekitar yang
mencurigakan.
Frekuensi nafas sapi dewasa didapatkan
saat praktikum adalah 32/m. Sesuai pendapat Serang (2016) Respirasi normal pada
sapi dewasa adalah 15-35 kali per menit. Tinggi rendahnya frekuensi nafas
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ukuran tubuh, umur hewan, aktifitas
fisik, kegelisahan, suhu lingkungan, kebuntingan dan kondisi kesehatan hewan.
Hasil pengukuran pulsus terhadap sapi diperoleh
dengan frekuensi 65/m. Sependapat dengan Kelly (1984) bahwa Frekuensi normal
pulsus pada sapi dewasa mencapai 55-80 kali per menit. Tingginya pulsus dapat
disebabkan oleh aktifitas fisik sapi, umur dan keadaan fisiologis sapi serta
jenis kelamin.
Suhu rektal sangat penting sebagai
parameter sapi dapat dikatakan sehat atau sakit. Dari hasil pengukuran
langsung, didapatkan suhu rektal sapi adalah 38,5ºc. Sesuai pendapat Panjono
(2009) bahwa kisaran suhu tubuh normal pada jenis ternak mamalia adalah 37-39ºc
dan mengalami fluktuasi harian yaitu sekitar 1-2°C. Aktifitas tubuh hewan
seperti banyak bergerak atau setelah makan dapat meningkatkan suhu tubuh akibat
metabolisme yang meningkat.
Hasil praktikum frekuensi rumen pada
pengukuran per lima menit adalah 5 kali. Sependapat dengan Boddie (1962)
bahwa gerak rumen per 5 menit dan kekuatan geraknya (tonus rumen) normal pada
sapi 5-10x/5 menit. Artinya frekuensi yang didapat menunjukan bahwa
rumen sapi tersebut bekerja normal.
Dapus
Akoso, T.B. 1996. Kesehatan Sapi. Penerbit
Kanisius, Yogyakarta
Bahri, S. 2009. Manajemen Kesehatan Dalam Usaha Ternak Kambing. Penyakit Hewan. 16
(28): 207-211.
Boddie., G.F. 1962. Diagnostic Methods in Veterinary
Medicine. Philadelphia: J.B.
Lippincott Company
Jackson Pg, Cockroft Pd. 2002. Clinical Examination
Of Farm Animals. University Of Cambridge, Uk
Kelly WR. 1984. Veterinary Clinical Diagnosis 3th
Ed. London (UK): Bailliere
Tindall
Tindall
Panjono, Budi, P. W.,
Bambang, S., Dan Endang, B. 2009. Pengaruh Penjemuran Terhadap
Kenyamanan Dan Kinerja Produksi Sapi Peranakan Ongole. Buletin Peternakan Vol. 33(1): 17-22
Sayuti, A. 2011. Penentuan Waktu Terbaik Pada Pemeriksaan Kimia Urin Untuk Diagnosis
Kebuntingan Dini Pada Sapi Lokal. Jurnal Kedokteran Hewan Vol. 5 No. 1
Serang P. M., I Nyoman S., I
Putu G. Y. A. 2016. Frekuensi Respirasi Sapi Bali Betina Dewasa Di Sentra
Pembibitan Sapi Bali Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Buletin Veteriner
Udayana Volume 8 No. 1: 25-29
Tidak ada komentar:
Posting Komentar