Sabtu, 10 Juni 2017

Telur

Latar Belakang
Telur unggas berbentuk agak bulat sampai lonjong dengan warna putih, coklat, biru atau berbintik-bintik . Permukaan kulit telur agak kasar sampai halus. Tiap-tiap jenis telur mempun kaikarakteristik warna, ukuran dan berat tertentu.
Telur merupakan bahan pangan dengan struktur fisik yang khas. Telur tersusun dari kulit ,kantung udara dan isi yang terdiri putih telur dan kuning telur. Kulit telur mempunyai tekstur yang kaku dan cukup kuat untuk melindungi isi telur dari pengaruh luar. Putih telur dan kuning telur sebenarnya dipersiapkan sebagai makanan bagi pertumbuhan embrio.
Mutu atau kualitas telur utuh ditentukan berdasarkan kondisi kulit, kantung udara  serta isi telur. Penentuan mutu telur utuh sering dilakukan dengan cara candling yaitu pengamatan kondisi telur utuh dengan bantuan sumber sinar yang cukup sebagai latar belakang. Pengukuran indeks putih telur, indeks kuning telur , nilai Z dan unit haugh merupakan pengukuran tidak langsung terhadap ketegaran putih telur atau kuning telur.

Tinjauan Pustaka
Telur merupakan bahan pangan hasil ternak unggas yang memiliki sumber protein hewani yang memiliki rasa lezat, mudah dicerna dan bergizi tinggi. Teknik pengolahan telur telah banyak dilakukan untuk meningkatkan daya tahan serta kesukaan konsumen. Telur mempunyai cangkang, selaput cangkang, putih telur (albumin) dan kuning telur (Agustina, 2013).
Telur memiliki kandungan gizi yang lengkap mulai dari protein, lemak, vitamin, dan mineral. Meskipun demikian telur juga mudah mengalami penurunan kualitas yang disebabkan oleh kontaminasi mikroba, kerusakan secara fisik, serta penguapan air dan gas-gas seperti karbondioksida, amonia, nitrogen, dan hidrogen sulfida dari dalam telur. Kerabang telur memiliki sifat keras, halus, dilapisi kapur dan terikat kuat pada bagian luar dari lapisan membran kulit luar  (Jazil, 2013).
Telur harus disimpan pada suhu serendah mungkin namun tidak menyebabkan isi telur membeku, karena dengan membekunya isi telur mengakibatkan volume isi telur membesar. Penyimpanan telur dilakukan pada suhu refrigerasi diatas suhu -2°C (28°F ) untuk mencegah kerusakan telur. Penyimpanan ini dapat memperpanjang masa simpan telur, sehingga kualitasnya dapat dipertahankan lebih lama (Suradi, 2006).

Pembahasan
pH
Derajat keasaman (pH) putih telur pada suhu ruang dan segar 9 dan 10 setelah penyimpanan pada suhu dingin. Penjelasan saat praktikum pH telur berkisar 7,6 – 7,9. Hal tersebut sesuai pendapat Belitz (2009), pH putih telur yang baru dikeluarkan atau telur segar kira-kira 7,6-7,9 dan meningkat sampai nilai maksimal 9,7 tergantung temperatur dan lama penyimpanan.
Keluarnya CO2 melalui pori-pori kerabang telur menyebabkan penurunan pH. Hal ini sesuai pendapat Rizal (2012) pH albumen meningkat karena disebabkan oleh lepasnya CO2 melalui pori-pori cangkang. Putih telur yang mempunyai pH meningkat menjadi basa selain disebabkan oleh menguapnya CO2, juga disebabkan karena putih telur dibagian yang kental mengalami pengenceran yang akhirnya akan merembes ke kuning telur.
Suhu pada penyimpanan telur dapat mempengaruhi pH. Sesuai pendapat Agustina (2013), suhu dapat memengaruhi pH putih dan kuning telur. Semakin tinggi suhu maka CO2 yang hilang lebih banyak sehingga menyebabkan pH putih dan kuning telur meningkat.
HU
Haugh Unit (HU) merupakan kualitas internal telur berdasarkan bobot telur dan tinggi. Nilai HU telur yang disimpan suhu dingin 84,57, telur segar memiliki nilai HU 58,77 dan telur yang disimpan suhu ruang nilai HU 46,98. Menurut Jazil (2013) semakin lama penyimpanan nilai HU akan semakin menurun. Hal tersebut terjadi akibat adanya penguapan air dan gas seperti CO2 yang menyebabkan putih telur kental semakin encer.
Selama penyimpanan pH telur semakin meningkat, akibat dari kenaikan pH putih telur menjadi semakin encer, tinggi putih telur kental menurun dan nilai HU semakin kecil. Sesuai pendapat Jazil (2013) CO2 yang hilang melalui pori-pori kerabang telur mengakibatkan konsentrasi ion bikarbonat dalam putih telur menurun dan merusak sistem buffer. Hal tersebut menjadikan putih telur bersifat basa dan pH putih telur naik yang diikuti dengan kerusakan serabut-serabut ovomucin (yang memberikan tekstur kental), sehingga kekentalan putih telur menurun.
Nilai haugh unit dipengaruhi oleh tinggi putih telur. Sesuai pendapat Stadelman (1995) nilai haugh unit merupakan hubungan antara berat telur dengan tinggi putih telur bagian padat yaitu semakin besar ukuran putih telur maka nilai haugh unit semakin tinggi. Menurut Suradi (2006), telur dengan nilai Haugh unit minimal 72 digolongkan ke dalam kelas AA, dan nilai HU pada kisaran 60 sampai 72 termasuk kelas A, nilai HU antara 31 sampai 59 ke dalam kualitas B, serta nilai HU pada kisaran kurang dari 31 termasuk kelas C.
Bobot turun
Penyimpanan telur pada suhu ruang yang memiliki kelembapan relatif rendah juga mempercepat penurunan berat telur, karena kelembapan yang rendah akan mempercepat penguapan CO 2 dan H2O sehingga penurunan berat telur lebih cepat. Hal ini sesuai dengan Stadelman (1995), telur yang disimpan pada suhu ruang dengan kelembaban udara yang rendah akan mengalami penyusutan berat lebih cepat dibandingkan dengan telur yang disimpan pada suhu ruang dengan kelembaban udara yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh pengaruh kelembaban yang rendah selama penyimpanan akan mempercepat penguapan karbondioksida dan air dari dalam telur, sehingga penyusutan berat akan lebih cepat.
Selama penyimpanan pada suhu refrigerasi, dengan semakin lama penyimpanan diikuti dengan penyusutan berat telur. Pelepasan air dan gas-gas dari dalam isi telur melalui kerabang tetap terjadi pada penyimpanan suhu rendah. Sesuai pernyataan Suradi (2006), bahwa selama penyimpanan teriadi penguapan air dan gas-gas dan dalam telur melalui pori-pori kerabang.
Penyusutan bobot telur pada suhu ruang 0,98 gr dan pada suhu dingin 6 gr. Perhitungan penyusutan yang didapat saat praktikum kurang tepat. Telur yang disimpan pada suhu refrigerasi seharusnya dapat menghambat kecepatan penyusutan berat telur dibandingkan penyimpanan pada suhu ruang. Sesuai pernyataan Suradi (2006) bahwa penyusutan telur akan dipercepat pada penyimpanan suhu yang lebih tinggi, karena terjadinya peningkatan porositas kerabang.
Indek putih
Nilai indeks putih telur yang diperoleh dari praktikum pada suhu ruang 0,017, segar 0,023 dan suhu dingin 0,039. Menurut Faris (2015) indeks putih telur ditentukan oleh tinggi putih telur kental dan diameternya. Indeks putih telur dipengaruhi oleh protein pakan. Protein pakan akan mempengaruhi viskositas telur yang mencerminkan kualitas internal telur, selanjutnya dapat mempengaruhi indeks putih telur.
Telur terdiri atas tiga komponen utama yaitu kulit 11%, putih telur 58% dan kuning telur 31%. Sesuai pendapat Stadellman (1995) putih telur atau albumen mempunyai persentase sebesar 60 % dari total berat telur. Persentase putih telur pada ayam petelur bervariasi tergantung dari umur ayam, strain, dan umur dari telur.
Perubahan kekentalan putih telur dapat disebabkan oleh umur ayam dan peningkatan lama simpan telur. Telur semakin lama disimpan maka diameter putih telur akan semakin lebar sehingga indeks putih telur akan semakin kecil. Menurut Yuwanta (2010) perubahan putih telur disebabkan oleh pertukaran gas antara udara luar dengan isi telur melalui pori-pori kerabang telur dan penguapan air akibat dari lama penyimpanan, suhu, kelembaban dan porositas kerabang telur.
Indek kuning
Besar kecilnya telur yang dihasilkan oleh unggas dipengaruhi oleh umur unggas itu sendiri. Umur unggas semakin tua maka ukuran telur akan semakin besar sehingga indeks kuning telur yang dihasilkan juga semakin besar. Menurut Amrullah, (2003) indeks kuning telur ditentukan oleh perbandingan antara tinggi dan diameter kuning telur.
Indeks kuning telur yang diperoleh pada suhu ruang 0,22, segar 0,41, suhu dingin 0,39. Nilai indeks kuning telur segar dan suhu dingin tergolong mutu II antara 0,39 – 0,45. Menurut pendapat dari Argo (2013) indeks kuning telur yang baru bervariasi antara 0,30 – 0,50 walaupun pada umumnya 0,39 – 0,45.
Faktor yang mempengaruhi indeks kuning telur antara lain ukuran telur, lama penyimpanan, suhu tempat penyimpanan, kualitas membran vitelin, dan nutrisi pakan. Sesuai pendapat Agro (2013) indeks kuning telur dipengaruhi oleh protein, lemak, dan asam amino esensial yang terkandung dalam pakan. Protein pakan akan mempengaruhi viskositas telur yang mencerminkan kualitas interior telur, selanjutnya dapat mempengaruhi indeks kuning telur.
Air sac
Rongga udara pada telur terbentuk sesaat setelah peneluran akibat adanya perbedaan suhu ruang yang lebih rendah dari suhu tubuh induk. Semakin lama penyimpanan telur maka akan semakin besar kedalaman rongga udaranya. Sesuai pendapat Pescatore (2011) seiring bertambahnya umur, telur akan kehilangan cairan dan isinya semakin menyusut sehingga memperbesar rongga udara.
Intensitas Warna coklat kerabang telur berpengaruh nyata terhadap kedalaman rongga udara. Semakin terang warna coklat telur maka rata-rata kedalaman rongga udaranya semakin besar. Sesuai dengan pendapat Jazil (2013) kerabang telur yang lebih tipis relatif berpori lebih banyak dan besar sehingga mempercepat turunnya kualitas telur akibat penguapan.

Dapus
Agustina, N, Imam, T Dan Djalal, R. 2013. Evaluasi Sifat Putih Telur Ayam Pasteurisasi Ditinjau Dari Ph, Kadar Air, Sifat Emulsi Dan Daya Kembang Angel Cake. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 23 (2):6 – 13.
Amrullah, I. K. 2003. Nutrisi Ayam Petelur. Bogor: Lembaga Satu Gunung Budi.
Argo. L. B. Dan Mangisah. 2013. Kualitas Fisik Telur Ayam Arab Petelur Fase I Dengan Berbagai Level Azolla Microphylla. Animal Agricultural Journal, Vol. 2 No 1, 445-457.
Belitz, H. D And W. Grosch. 2009. Food Chemistry. Edisi 4 Revisi. Berlin.
Fariz M. Y., Eko, W. Dan Irfan H. D. 2015. Pengaruh Penambahan Sari Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi L.) Sebagai Acidifier Dalam Pakan Terhadap Kualitas Internal Telur Ayam Petelur. J. Nutrisi Ternak Vol. 1, No. 1 : 19-26
Jazil, N., A. Hintono., S, Mulyani. 2013. Penurunan Kualitas Telur Ayam Ras Dengan Intensitas Warna Coklat Kerabang Berbeda Selama Penyimpanan. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan Vol.2 No.1.
Pescatore, T. Dan J. Jacob. 2011. Grading Table Eggs. University Of Kentucky Cooperative Extension, Lexington.
Rizal. B, A. Hintono, Dan Nurwantoro. 2012. Pertumbuhan Mikroba Pada Telur Pasca Pasteurisasi. Anim Agri J,1 (2): 208- 218
Stadellman, W.J. And O.J. Cotteril. 1995. Egg Science And Technology. Fourt Ed Food Product Press. An Imprint Of The Haworth Press. Inc. New York. London.
Suradi, K. 2006. Perubahan Kualitas Telur Ayam Ras Dengan Posisi Peletakan Berbeda Selama Penyimpanan Suhu Refrigerasi. Jurnal Ilmu Ternak. Vol. 6 No. 2, 136 – 139
Yuwanta, T. 2010. Telur Dan Kualitas Telur. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar